Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Otonan Bukanlah Ulang Tahun Ala Bali, Namun Datangnya Bisa Bersamaan

 

(Ilustrasi) Mapetik Rambut saat Otonan Pertama Kali

Otonan merupakan sebuah ritual penting bagi umat Hindu. Kata otonan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang telah menjadi kosa kata bahasa Bali. Otonan berasal dari kata "wetu" atau "metu" yang artinya keluar, lahir atau menjelma. Kata "wetu" atau "metu" selanjutnya menjadi kata otonan yang bermakna penyucian diri pada saat hari kelahiran.

Otonan adalah upacara hari kelahiran umat Hindu yang umumnya dilaksanakan oleh umat Hindu Bali. Upacara ini dilaksanakan berdasarkan hari kelahiran yaitu pertemuan Sapta Wara, Panca Wara dan Wuku (baca juga watak wuku kelahiran), misalnya Anggara Wage Matal. Hari otonan datangnya setiap enam bulan (210 hari) sekali atau dua kali dalam setahun. Tujuan upacara ini adalah untuk menebus kesalahan-kesalahan atau keburukan terdahulu, sehingga diharapkan selanjutnya menjadi lebih baik.

Otonan bukanlah ulang tahun ala Bali seperti yang sering tersurat di media sosial. Otonan  berbeda jauh dengan ulang tahun yang dirayakan setahun sekali (365 hari) dengan menggunakan tahun masehi. Ulang tahun adalah memperingati tanggal dan bulan kelahiran, sehingga sama tanggal dan bulan setiap tahunnya. Berbeda dengan Otonan yang datang setiap enam bulan sekali (210 hari) yang dilaksanakan berdasarkan hari kelahiran yang menggunakan kalender Bali, sehingga tanggal dan bulannya belum tentu sama. Namun, kedua hal ini memiliki arti yang sama penting dalam kehidupan manusia, memiliki makna dan tujuannya tersendiri. Hari otonan bisa bersamaan dengan hari ulang tahun, hal ini biasanya terjadi pada saat berumur 23 tahun, 46 tahun dan kelipatannya, kalau tidak bertemu pada hari yang sama, biasanya berbeda sehari, misalkan ulang tahun ke 23 tanggal 10 Agustus, maka hari otonannya jatuh pada 11 Agustus. Perbedaan ini bisa terjadi sehari sebelum atau sehari setelahnya.

(Ilustrasi) Upacara Mabayuh Oton

Upacara Otonan dilaksanakan di rumah masing-masing, dengan sarana upakara seperti; Banten Byakala (bermaknaa membersihkan kekuatan negatif), Banten Peras (memohon keberhasilan upacaranya), Banten Ajuman atau Sodaan (wujud persembahan makanan dan canang yang tulus ikhlas), Pengambeyan (memohon karunia Hyang Widhi Wasa dan leluhur), Sayut Lara Malaradan (bermakna memohon kesejahteraan), Banten Dapetan (bermakna siap menghadapi kenyataan hidup dalam suka ataupun duka) keseluruhan sarana upakara tersebut bermakna harapan untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan bathin.

Ajaran agama Hindu mengajarkaan pelaksanaan yadnya didasari ketulusikhlasan, serta pelaksanaan yadnya bisa dilaksanakan sesuai dengan keadaan atau kondisi diri, yaitu Kanista (sederhana), Madya (menengah), dan Uttama (lebih besar) tanpa mengurangi makna yang terkandung dalam yadnya tersebut. Yang menjadi landasan adalah Sraddha dan tulus ikhlas. Biasanya, otonan yang besar dilaksanakan pada saat otonan pertama kali dan ketiga kalinya (telung oton) saat inilah biasanya dilaksanakan mapetik rambut sampai digundul. Pada saat-saat tertentu bisa dilaksanakan upacara bayuh oton.

Otonan hendaknya dilaksanakan selama kita menjalani kehidupan ini. Otonan adalah momentum untuk merawat diri, menyucikan diri, memelihara Tri Pramana agar Kaparisudha. Otonan tidak hanya sekedar dilaksanakan, namun bermakna lebih dari itu. Otonan sebagai petinget agar kita selalu sadar dan senantiasa berjalan dalam jalur dharma.

Posting Komentar untuk "Otonan Bukanlah Ulang Tahun Ala Bali, Namun Datangnya Bisa Bersamaan"