Upacara Menek Kelih, "Bekal" dari orang tua kepada buah hatinya menuju pendewasaan diri.
Manusia terlahir sebagai makhluk yang paling sempurna
diantara mahkluk lainnya. Dalam ajaran agama Hindu, manusia memiliki tiga
kekuatan yang disebut Tri Pramana. Tri Pramana berasal dari
bahasa Sansekerta dari urat kata “Tri” dan “Pramana”, “Tri”
artinya tiga dan “Pramana” artinya kekuatan. Jadi, Tri Pramana
berarti tiga kekuatan yaitu Sabda, Bayu, dan Idep. Sabda
kekuatan untuk bersuara dan bergerak, Bayu adalah kekuatan makan dan
berkembang biak, dan Idep adalah kekuatan untuk berpikir. Kelebihan
kekuatan inilah yang membuat manusia senantiasa dapat mengembangkan cipta, rasa
dan karsa.
Seperti halnya siklus hidup, ada kelahiran, ada perubahan dari
anak-anak ke remaja,
perubahan dari remaja ke dewasa hingga prosesi kematian dan penyucian atman pun
di tandai dengan prosesi ritualnya masing-masing. Ajaran agama Hindu kaya akan
cipta, raa dan karsa. Setiap siklus kehidupan manusia Hindu, khususnya orang
Bali dibuatkan upacara khusus. Seperti upacara saat dalam kandungan yang disebut Magedong-gedongan, Nelubulanin, Matatah sampai dengan prosesi Ngaben.
Ada sebuah upacara yang masih awam dilakukan
dalam siklus kehidupan tersebut. yaitu ritual “Menek Kelih”. Upacara Menek
Kelih atau Menek
Bajang atau Raja Sewala merupakan salah satu dari ritual siklus hidup sebagai umat beragama Hindu, khususnya di
Bali.
Di dalam ajaran Panca Yadnya, upacara Menek Kelih tergolong dalam upacara Manusa
Yadnya. Prosesi Menek Kelih merupakan perwujudan rasa syukur dari orang
tua, bahwa si anak telah mengalami perjalanan usia secara wajar atau alamiah dan sehat
dan rasa bangga memiliki anak yang telah tumbuh menjadi remaja.
Dalam kepercayaan umat Hindu, ketika seorang anak mengalami pubertas, maka Sang
Hyang Semara Ratih akan tedun dan menuntun si anak ke masa remaja. Lewat Semara
Ratih inilah mereka mulai mengenal cinta, mulai ada getaran rasa dengan
lawan jenis.
Biasanya dalam ritual Menek Kelih dibarengi juga dengan upacara mabayuh oton (baca juga terkait watak wuku kelahiran), orang tua juga dilibatkan untuk memberikan petuah kepada anaknya
agar si anak mengerti bahwa ia telah beranjak dewasa. Si anak harus bisa menjaga
diri, jangan sampai melakukan hal-hal yang belum pantas
dilakukan oleh seorang anak remaja. Sebagai bekal di kehidupannya kelak dewasa nanti.
Menjadi remaja
bukan hanya soal tumbuh secara fisik, tapi dapat tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab, tidak hanya kepada dirinya sendiri tetapi juga kepada orang-orang di sekitarnya. Masa peralihan yang dialami si anak diyakini merupakan waktu yang
tepat secara niskala untuk membantu mengubah sikap dan mentalnya. Diharapkan anak tersebut akan menjadi lebih dewasa, mampu bersikap waspada terhadap gangguan-gangguan yang
dialami.
Waktu yang tepat
untuk melaksanakan upacara Menek Kelih disesuaikan dengan desa-kala-patra. Secara biologis, perempuan bisanya ditandai dengan perubahan fisik mengalami datang bulan, payudara
membesar, emosi mulai labil, mulai merasakan ketertarikan dengan laki-laki. Sedangkan bagi laki-laki akan ada perubahan fisik
berupa jakun yang membesar, pada area vital akan ditumbuhi bulu, suara membesar, serta adanya ketertarikan terhadap lawan jenis.
Rangkaian upacara Menek Kelih dimulai dengan mempersiapkan prasarana yang
digunakan, yaitu Banten Pejati, Banten Raka
untuk diletakkan di Rong Tiga (Palinggih Kemulan). Selanjutnya
anak tersebut didampingi orang tua untuk sembahyang.
Setelah persembahyangan selesai, Pinandita atau Pemangku memohon Tirta
Pabersihan, Panglukatan, Prayascita, Byakala, Durmanggala,
dan Tirta Pangulapan. Tirta ini digunakan untuk
membersihkan sarana dan prasarana upacara dengan menyiratkan Tirta Pabersihan,
Pangulapan dan Prayascita tersebut ke semua sarana upacara.
Diawali dengan Tirta Panglukatan, Byakala, Durmanggala,
Prayascita, kemudian baru Tirta Pangulapan. Kemudian dilanjutkan dengan Maprayascita dirangkai dengan Mabyakala
yang tujuannya untuk membersihkan si anak agar bersih dan suci secara niskala dan Bhutakala yang mengganggu
agar tidak ikut serta dalam upacara berikutnya. Setelah menerima labaan
(persembahan), Bhutakala tersebut diharapkan pergi meninggalkan
tempat atau orang yang bersangkutan, dan tidak mengganggu upacara
selanjutnya. Sehingga si
anak siap secara lahir dan bhatin untuk melanjutkan prosesi upacara.
Banten yang digunakan untuk Menek Kelih: untuk anak laki-laki menggunakan banten Raja Singa,
sedangkan untuk anak perempuan menggunakan banten Sayut Raja Sewala.
Tujuan dari upacara ini, agar Sang Hyang Semara Ratih berkenan menempati jasmani si anak yang bersangkutan, sehingga dapat berfungsi sebagai mana
mestinya. Mengatur gerak hidupnya dengan sempurna. Karena itu waktu natab
atau ngayab banten tersebut, tangan diarahkan ke dada.
Dengan pelaksanaan upacara Menek Kelih ini, Tri Pramana dapat kaparisudha, sehingga segala harapan orang tua trerhadap anaknya dapat terkabulkan. Si anak sehat selalu dan sukses nantinya.
Posting Komentar untuk "Upacara Menek Kelih, "Bekal" dari orang tua kepada buah hatinya menuju pendewasaan diri."
Orang Bijak Selalu Meninggalkan jejak